100 Orang Iran Tewas Saat Peringatan Kematiannya, Siapa Jenderal Qassem Soleimani?
MAGENTA -- Hampir 100 orang tewas akibat dua ledakan bom saat menghadiri peringatan empat tahun terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani di Kota Kerman, Iran, Rabu (3/1/2024). Lebih dari 200 orang terluka dalam serangan tersebut.
Dilansir di Al Arabiya, Kamis (4/1/2024), Menteri Kesehatan Iran mengatakan kepada TV pemerintah jumlah korban tewas mencapai 95 orang, mengoreksi laporan sebelumnya yang awalnya mengindikasikan 103 kematian. Dia menambahkan 211 orang lainnya terluka.
Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut. Iran belum secara resmi menyalahkan pihak mana pun. Namun, komandan Pasukan Quds Iran Esmail Qaani mengklaim pelaku ledakan bom tersebut didukung oleh AS dan Israel.
BACA JUGA: On This Day: 4 Januari 1959 Pesawat Luar Angkasa Luna 1 Terbang Mendekati Bulan
Lantas, siapakah Jenderal Qassem Soleimani? Mengapa masih banyak orang Iran yang memperingati kematiannya?
BBC melaporkan Soleimani secara luas dipandang sebagai tokoh paling berkuasa kedua di Iran setelah Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei. Pasukan Quds, unit elite Garda Revolusi Iran, melapor langsung kepada Ayatollah. Soleimani dipuji sebagai tokoh nasional yang heroik.
Kepala Korensponden Internasional BBC Lyse Doucet menulis Soleimani sebagai tokoh militer Iran yang paling kuat. Dia dianggap sebagai dalang strategis di balik ambisi besar Iran di Timur Tengah dan menteri luar negeri Iran yang sebenarnya ketika menyangkut masalah perang dan perdamaian.
"Sebagai komandan pasukan khusus elite, ia mengatur operasi rahasia yang melibatkan jaringan milisi proksi di seluruh wilayah. Ia juga mempunyai pengaruh politik di Iran dan dianggap sebagai orang kedua setelah Pemimpin Tertinggi Iran," ujarnya.
Soleimani secara luas dianggap sebagai arsitek perang Presiden Bashar al-Assad di Suriah, konflik yang sedang berlangsung di Irak, perang melawan ISIS, dan banyak pertempuran setelahnya. Jenderal berambut perak dengan janggut yang dipotong pendek itu adalah pahlawan bagi para pejuangnya dan wajah kejahatan bagi musuh-musuhnya.
BACA JUGA: Prakiraan Cuaca Jabodetabek 4 Januari 2024, Jakarta Hujan Sepanjang Siang
Komandan militer paling kuat Iran, Soleimani meninggal akibat serangan udara AS di Irak. Pria berusia 62 tahun tersebut mempelopori operasi militer Iran di Timur Tengah sebagai kepala Pasukan Elite Quds Iran.
Dia terbunuh di bandara Baghdad, bersama dengan tokoh milisi dukungan Iran lainnya, pada Jumat pagi, 3 Januari 2020 dalam serangan yang diperintahkan oleh presiden AS saat itu Donald Trump. Trump mengatakan sang jenderal secara langsung dan tidak langsung bertanggungjawab atas kematian jutaan orang.
Ketika itu, Soleimani dan para pejabat dari milisi yang didukung Iran meninggalkan bandara Baghdad dengan dua mobil. Mobil mereka kemudian terkena serangan pesawat tak berawak AS di dekat area kargo.
Soleimani dilaporkan terbang dari Lebanon atau Suriah. Beberapa rudal menghantam konvoi tersebut dan sedikitnya tujuh orang diyakini tewas.
Pembunuhan Soleimani menandai peningkatan besar ketegangan antara Washington dan Teheran. Di bawah kepemimpinannya, Iran telah memperkuat Hizbullah di Lebanon dan kelompok militan pro-Iran lainnya, memperluas kehadiran militernya di Irak dan Suriah, serta mengatur serangan Suriah terhadap kelompok pemberontak dalam perang saudara yang berkepanjangan di negara tersebut.
Ayatollah Ali Khamenei mengatakan balas dendam berat menanti para penjahat di balik serangan itu. Ia juga mengumumkan tiga hari berkabung nasional.
Namun, AS menyebut komandan dan Pasukan Quds sebagai teroris dan menganggap mereka bertanggung jawab atas kematian ratusan personel AS. Trump, yang berada di Florida pada saat serangan terjadi, men-tweet gambar bendera Amerika tak lama setelah berita tersebut tersiar.
BACA JUGA: On This Day: 30 April 1945, Sang Fuhrer Nazi Adolf Hitler Bunuh Diri di Bunker
Sebuah pernyataan dari markas besar Departemen Pertahanan AS Pentagon mengatakan Soleimani telah mengembangkan rencana untuk menyerang diplomat dan anggota militer Amerika di Irak dan di seluruh kawasan.
“Serangan ini bertujuan menghalangi rencana serangan Iran di masa depan,” kata Pentagon saat itu.