On This Day: 3 Februari 1969 Yasser Arafat Dilantik Jadi Ketua PLO, All Out untuk Palestina
MAGENTA -- Hari ini 55 tahun lalu, Yasser Arafat dilantik menjadi ketua Organisasi Pembebasan Palestina (The Palestine Liberation Organization) atau PLO. Pria bernama lengkap Muhammad Yassir Abdul Rahman Abdul Rauf Arafat al-Qudwa itu menggantikan Yahya Hammuda untuk memimpin PLO pada 3 Februari 1969.
Pembentukan PLO diprakarsai oleh Yasser Arafat pada 28 Mei 1964. PLO menaungi sejumlah partai dan organisasi yang heterogen, mulai dari yang berideologi Islam, Kristen, komunis, dan sebagainya. Semuanya bersatu dengan misi utama membebaskan Palestina dari Israel.
Yasser Arafat lahir di Kairo, Mesir pada 24 Agustus 1929. Arafat mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk memerangi Israel melalui milisi Al-Fatah. Pada awal masa kepemimpinannya di PLO, Arafat mampu menghimpun opini perjuangan atas pendudukan Israel di tanah Palestina. Arafat menjabat sebagai ketua PLO hingga 2004.
Pada 1974, PLO berhasil membawa Palestina ke meja perundingan internasional. PLO menjadi satu-satunya organisasi non-pemerintah yang memperoleh kesempatan berunding di depan Sidang Umum PBB.
Dua tahun berselang, nama PLO makin berkibar karena memperoleh keanggotaan penuh di dalam Liga Arab. PLO menjadi entitas non-pemerintah pertama yang diakui hukum internasional sebagai perwakilan Palestina.
Dikutip dari The Guardian, momentum penting yang dicapai Arafat adalah menyepakati Perjanjian Oslo (Oslo Accord) yang ditandatangani di Gedung Putih, Amerika Serikat. Kesepakatan damai pada 13 September 1993 itu membawa PLO sebagai perwakilan sah Palestina yang diakui Israel.
BACA JUGA: Doa Sayyidul Istighfar Bahasa Arab, Latin, Arti, dan Keutamaannya
Saat itu, PLO juga mengakui eksistensi Israel sebagai sebuah negara. Di tahun itu juga, PLO dicabut statusnya dari organisasi teroris oleh Amerika. Berkat perjanjian Oslo, Yasser Arafat, Yitzhak Rabin, dan presiden Israel Shimon Peres menerima penghargaan Nobel Perdamaian 1994.
Pada 6 April 1994, bom bunuh diri menggunakan bus meledak di wilayah Israel. Peristiwa itu menewaskan 14 orang Israel dan melukai 75 orang lainnya. Aksi ini dilakukan oleh Hamas (Gerakan Perlawanan Islam) untuk menentang pengakuan PLO atas eksistensi Israel melalui perjanjian Oslo.
Hamas terus malakukan bom bunuh diri. Ini menyebabkan kesepakatan damai melalui Perjanjian Oslo hanya bertahan dalam waktu singkat. Israel menjadi berang dengan tindak-tanduk Hamas yang tidak bisa kompromi. Israel menganggap Palestina tidak melakukan upaya pencegahan atas serangan bom Hamas terhadap sipil Israel.
BACA JUGA: On This Day: 30 April 1945, Sang Fuhrer Nazi Adolf Hitler Bunuh Diri di Bunker
Ketika Ariel Sharon terpilih menjadi perdana menteri Israel pada 2001, konflik Palestina-Israel kian meruncing. Dengan tegas Ariel Sharon mengatakan Israel tidak terikat lagi dengan negosiasi damai Palestina-Israel. Pada Januari 2002, Israel melancarkan serangan ke Fatah dan rumah Yasser Arafat di Ramallah dikepung.
Bagi warga Palestina, Yasser Arafat merupakan tokoh penting yang memancangkan tonggak perjuangan Palestina melawan Israel. Namun, bagi sebagian lawan politiknya Yasser Arafat dianggap sosok yang memperkaya diri dan melupakan tujuan utama dalam perjuangan Palestina.
Namun, tudingan Arafat sebagai sosok korup dan haus kekuasaan terbantah. Menurut The Atlantic, Yasser Arafat tidak tertarik pada kenyamanan, harta benda, atau kesenangan. Bahkan selama 40 tahun, Arafat hanya sekali makan di restoran mewah.
Pada 2004, Yasser Arafat diisolasi tentara Israel sebagai tahanan rumah di Ramallah. Selanjutnya, Yasser Arafat jatuh sakit dan tidak bisa ditangani lagi oleh dokter Tunisia, Yordania, dan Mesir.
Arafat pun dilarikan ke Prancis. Yasser Arafat meninggal dunia pada 11 November 2004 dalam usia 75 tahun.
BACA JUGA: On This Day: 28 April 1945 Benito Mussolini Ditembak Mati, Jenazahnya Digantung dan Diludahi