Tips

Perhatian! Ini Tiga Sebab Terjadinya Sengketa Tanah di Daerah

Ilustrasi sengketa tanah. Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah

MAGENTA -- Sengketa tanah adalah perselisihan tanah yang melibatkan badan hukum, lembaga, perseorangan, atau bisa juga antar kelompok. Adanya ketimpangan status kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menyebabkan meningkatnya konflik pertanahan di Indonesia.

Menurut Dirjen Adwil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA, paling tidak ada tiga penyebab sengketa atau konflik pertanahan di Indonesia. Hal ini diungkapkan Safrizal saat Rakor Penyusunan dan Pelaksanaan Kesepahaman Kemendagri dan Pemerintah Daerah dalam Penanganan Masalah dan Konflik Pertanahan di Daerah, di El Hotel, Jakarta, Senin (2/10/2023).

Berdasarkan hasil analisa terhadap permasalahan pertanahan, ketiga penyebab sengketa tersebut di antaranya, pertama, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur pemerintah daerah (Pemda) yang masih terbatas dari segi kapasitas jumlah maupun kompetensinya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

BACA JUGA: Mengenal Sabeni, Jawara Betawi dari Tanah Abang

"Ini disebabkan hampir sebagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani bidang pertanahan di daerah relatif baru terbentuk," ungkap Safrizal dikutip dari kemendagri.go.id, Selasa (3/10/2023).

Kedua, sambung Safrizal, urusan pertanahan merupakan urusan wajib non-pelayanan dasar. Hal ini menjadi dasar bagi Pemda untuk menggabungkan beberapa urusan ke dalam satu OPD, termasuk bidang pertanahan.

"Implikasinya berdampak pada rendahnya alokasi anggaran dalam penyelenggaraan bidang pertanahan di daerah. Alokasi anggaran OPD Bidang Pertanahan di Kabupaten/Kota di Indonesia berada pada kisaran 0,07 persen-1,7 persen dari total belanja APBD di tiap Kabupaten/Kota," katanya.

BACA JUGA: Pangeran Wiraguna dari Banten, Benarkah Ia Seorang Belanda yang Memberi Nama Ragunan?

Dan penyebab ketiga, kata Safrizal, adalah tata kelola administrasi pertanahan yang kurang baik menyebabkan permasalahan aset Pemda menjadi rumit untuk ditangani dan diselesaikan. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pendapatan daerah.

Safrizal menambahkan, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, Kemendagri dalam hal ini Ditjen Bina Adwil menilai perlu adanya upaya-upaya peningkatan peran dan kapasitas Pemda dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di daerah.

"Hal tersebut ditindaklanjuti dengan terbentuknya kesepahaman antara Kemendagri dengan Pemda. Disebutkan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan luas tanah yang secara signifikan tidak bertambah menjadikan kebutuhan masyarakat terhadap tanah terus meningkat, terutama sebagai sumber perekonomian dan berdampak pada kelangkaan tanah bagi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas (scarcity)," tutup Safrizal.

BACA JUGA: Makna 10 Peribahasa Orang Betawi, dari 'Ente Jual Ane Beli' Hingga 'Anget-Anget Tai Ayam'