Hukum Donor Darah dalam Islam, Bolehkah Donor Darah dari Non-Muslim?
MAGENTA -- Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela. Darah yang sudah didonorkan akan disimpan di bank darah, yang kemudian akan digunakan untuk keperluan transfusi darah kepada yang membutuhkan.
Di Indonesia, donor darah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah. Dalam Islam, hukum donor darah sempat menjadi khilafiyyah (perbedaan pendapat) di antara para fuqaha (ulama ahli fiqih), mengingat status hukum darah adalah tergolong barang najis.
Tapi kemudian, setelah diketahui bahwa proses pengambilan darah dari pendonor dan pemberian darah kepada penerima melalui prosedur yang dapat dianggap pemindahan langsung, sehingga statusnya bukan darah yang tumpah baru kemudian diambil dan dimasukkan pada orang lain, maka hukum najisnya darah tidak lagi menjadi perdebatan.
BACA JUGA: Catat Bos! Pekerja Masuk Saat Pencoblosan Pemilu 2024 Berhak Uang Lembur, Ini Surat Edarannya
Selain itu, karena transfusi darah selalu dalam keadaan amat urgen, bahkan darurat, sehingga dengan mudah dirujukkan ke kaidah ushul fiqih: Adh-dharuratu tubihul mahzhurat (keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang mestinya dilarang).
"Dengan demikian hukum donor darah, disepakati oleh para fuqaha, diperbolehkan karena darurat, atau amat urgen dibutuhkan. Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan al-Hajatu tanzilu manzilatadh dharurah (kebutuhan urgen itu dapat menempati posisi darurat)," tulis Prof. K.H. Ahmad Zahro dalam bukunya Fiqih Kontemporer Kupas Tuntas 111 Isu Terbaru dalam Hukum Islam.
Kemudian, mengenai perbuatan baik (donor darah) dapat dirujuk pada makna Surat Al-Ma'idah Ayat 2 yang artinya; ...dan saling tolong menolonglah kalian dalam hal kebaikan dan ketakwaan, dan jangan sampai kalian tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan....
BACA JUGA: Golongan Darah O Cocok Olahraga Bela Diri dan Bersepeda, Apa Golongan Darahmu?
Lalu, bagaimana jika pendonornya non-Muslim, sedangkan penerimanya adalah Muslim atau sebaliknya. Ini mengingat darah yang didonorkan itu sudah sekian lama mengalir dan menjadi bagian kehidupan non-Muslim sehingga tentu sudah terkontaminasi dengan perilaku yang nontauhid.
"Dalam kaitan ini harus dipahami masalah donor darah itu termasuk wilayah sosial kemasyarakatan, bukan ritual peribadatan, sehingga payung hukum dan keilmuannya adalah fiqih sosial yang area pemahamannya lebih fleksibel," kata Prof Ahmad Zahro dalam buku setebal 440 halaman tersebut.
Terkait masalah seperti ini, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mumtahanah Ayat 8, yang artinya Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil pada mereka (non-Muslim) yang tidak memusuhimu karena agama dan tidak mengusirmu dari tempat tinggalmu. Sungguh Allah amat menyukai orang-orang yang adil.
BACA JUGA: Mengenal Karakter dan Keunikan Sifat Seseorang Berdasarkan Golongan Darah
Dari ayat Alquran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa hukum menerima donasi darah dari non-Muslim atau mendonorkan darah pada non-Muslim itu diperbolehkan, asal non-Muslim tersebut bukan kafir harbi (yang memusuhi Islam).
Diriwayatkan bahwa ibu dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq datang kepada Asma' di Madinah karena dia memerlukan sesuatu. Ketika itu masa gencatan senjata antara Rasulullah SAW dengan orang-orang kafir Makkah, sedang ibunya saat itu termasuk orang kafir. Maka Asma' pun meminta fatwa kepada Rasulullah SAW Ternyata beliau membolehkannya, beliau bersabda, 'Penuhilah permintaan ibumu.'
Pendapat tersebut juga dapat berlindung di bawah payung kaidah fiqhiyyah yang amat masyhur terkait muamalah kemasyarakatan, yaitu: Al-Ashlu fil asy-ya' al- ibahah hatta yadullad dalilu 'alat tahrim (pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh kalau tidak ada dalil yang melarangnya).
Mengingat tidak adanya dalil yang melarang Muslim mendonorkan darahnya pada non-Muslim, juga tidak ditemukan dalil yang melarang muslim menerima donasi darah dari non-Muslim, maka berarti hal ini berada dalam wilayah al-ibahah (diperbolehkan).
Dalam perspektif fiqih, darah donasi yang berasal dari siapa pun, non-Muslim sekalipun, yang ditransfusikan dan mengalir dalam tubuh penerima yang Muslim, tidak terkait dan tidak berefek hukum apa pun, seperti nasab, kewarisan, kewalian dan sebagainya.
Begitu juga, jika seseorang Muslim mendonorkan darahnya untuk non-Muslim, kemudian non-Muslimtersebut berbuat jahat, maka pendonor Muslim tersebut tidak mendapat bagian dosa sedikit pun, karena hal itu di luar batas kemampuannya. Allah SWT menegaskan: 'Lá yukallifullahu nafsan illa wusaha...' artinya Allah tidak akan membebani siapa pun di luar batas kemampuannya. Wallahu a'lam.
BACA JUGA: Kenali Kekuatan, Kelemahan, dan Risiko Penyakit Tiap Golongan Darah