History

On This Day: 50 Tahun Malari, Peristiwa 15 Januari Pecah Gegara Protes Investasi Asing

Suasana peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Foto: Istimewa/republika.id

MAGENTA -- Malari adalah singkatan dari Malapetaka 15 Januari 1974. Ya, hari ini 50 tahun lalu telah terjadi peristiwa Malari. Aksi demonstrasi mahasiswa yang berujung kerusuhan besar itu menelan korban 11 orang tewas, 137 orang luka-luka, dan 750 orang ditangkap.

Adalah kisruh investasi asing dan rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia yang menjadi pemantik peristiwa Malari.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada 14 Januari 1974, mahasiswa menyambut kedatangan Tanaka dengan melakukan demonstrasi di Bandara Halim Perdanakusuma. Namun, para demonstran tak bisa masuk karena mendapat penjagaan ketat dari aparat keamanan.

BACA JUGA: Empat Kapal Perang Asing Kibarkan Merah Putih di Laut Mediterania

Keesokan harinya, seperti dilansir halaman resmi perpusnas.co.id, pada 15 Januari 1974, Presiden Soeharto dan beberapa menteri bertemu dengan Tanaka serta rombongannya di Istana Negara.

Pertemuan tersebut mendapat penolakan dari ribuan pelajar dan mahasiswa dengan cara turun ke jalan berdemonstrasi. Tanaka dianggap sebagai simbol modal asing yang harus dilawan.

Para demonstran melakukan aksi berupa long march dari Salemba menuju Universitas Trisakti di Grogol, Jakarta. Mereka mengusung tiga tuntutan, yakni pemberantasan korupsi, perubahan kebijakan ekonomi modal asing, dan pembubaran asisten pribadi presiden.

BACA JUGA: Niat Puasa Ganti (Qadha) Ramadhan di Bulan Rajab

Aksi demonstrasi berakhir ricuh pada sore hari. Sejumlah pengrusakan, pembakaran, dan penghancuran merek mobil Jepang tidak bisa dihentikan. Kerusuhan di Jalan Sudirman meluas hingga ke Senen. Massa menjarah dan membakar pusat perbelanjaan itu. Sejumlah gedung terbakar.

Kerusuhan meluas di hampir seluruh kota. Ratusan mobil dan sepeda motor Jepang jadi sasaran. Bukan hanya dibakar, tapi juga digulingkan ke Sungai Ciliwung di daerah Harmoni. Akibatnya, 685 mobil hangus dan 120 toko hancur.

"Kerusuhan tidak terbatas hanya pada luapan anti-Jepang; pusat perdagangan Senen, Jakarta Pusat, juga diserbu dan dibakar massa. Pada saat itu, Presiden Soeharo tengah mengadakan pertemuan empat mata dengan PM Jepang, Kakuei Tanaka, yang tiba di Jakarta, 14 Januari 1974," tulis reporter senior Republika, Alwi Shahab, yang kala itu tinggal di daerah Kwitang, Jakarta Pusat, dikutip dari republika.co.id, Sabtu (15/1/2022).

Saat itu, mahasiswa dituding sebagai dalang di balik kerusuhan tersebut. Namun, mahasiswa menyanggah dan menyebut aksi yang mereka lakukan dari Salemba ke Grogol berlangsung damai.

BACA JUGA: Ini Daftar Gaji dan Tunjangan TNI, dari Prajurit Hingga Jenderal

 

Akibat peristiwa Malari, Presiden Soeharto mencopot Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Jenderal Sumitro. Jenderal berbintang empat bertubuh gempal itu dianggap orang paling bertanggung jawab terjadinya kerusuhan dan korban tewas.

Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) Sutopo Juwono juga dicopot dan digantikan oleh Yoga Soegomo. Tiga aktivis Malari, Hariman Siregar, Sjahrir, dan Aini Chalid dituduh sebagai biangkeladi kerusuhan tersebut. Kediganya diadili dan dinyatakan bersalah, dan dijebloskan ke penjara.

Kemudian, beberapa sekolah dan perguruan tinggi selama beberapa waktu ditutup. Aksi-aksi demo yang sebelumnya berlangsung selama beberapa bulan pun berhenti sejak saat itu.

Selain itu, peristiwa Malari juga berdampak dicabutnya surat izin terbit (SIT) harian Nusantara, KAMI, Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta Times, Mahasiswa Indonesia, Pedoman, mingguan Wenang, dan Ekspres.

BACA JUGA: HUT ke-78 TNI: Ranking Kekuatan Militer Dunia, Malaysia Peringkat 42, Indonesia Urutan Berapa?