Pantangan Orang Betawi: Dilarang Makan Pisang Dempet Hingga Nyari Kutu Habis Ashar
MAGENTA -- Orang Betawi punya banyak pantangan yang tidak boleh dilanggar. Jika ada satu pantangan yang diterabas dipercaya akan mengakibatkan terjadinya suatu bala, kecelakaan, atau musibah.
Padahal ancaman negatif itu sengaja digembar-gemborkan untuk kebaikan. Ada pesan filosofis dari larangan tersebut.
Ambil misal, dikatakan bahwa anak-anak tidak boleh tidak menghabiskan nasinya yang tinggal sedikit di piring. Jika ini dilakukan maka nanti ayamnya akan mati. Apa hubungannya tidak menghabiskan nasi yang ada di piring dengan ancaman ayam mati?
"Tentu tidak ada, tidak bisa diterima akal. Namun, larangan itu akan mengajarkan anak supaya tidak membuang-buang makanan dan rezeki," kata Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Folklor Betawi: Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi terbitan Masup Jakarta 2017.
Apa saja pantangan orang Betawi yang tidak boleh dilanggar? Berikut daftarnya
Pantangan Orang Betawi: Dilarang Makan Pisang Dempet Hingga Nyari Kutu Habis Ashar
1. Makan pisang dempet
Anak-anak dilarang makan pisang dempet, yaitu dua buah pisang yang kulit bagian sisinya melekat satu sama lain. Ancamannya, kelak kalau punya anak, anaknya akan dempet. Akan tetapi, sebenarnya larangan itu mengajarkan anak jangan serakah, kalau punya hal berlebih, berikanlah pada orang lain, jangan dihabiskan sendiri.
2. Duduk di ambang pintu
Anak-anak khususnya anak perempuan dilarang duduk di ambang pintu. Perlu dijelaskan di rumah orang Betawi dulu di bagian bawah pintu ada dipasang balok.
Orang Betawi menyebutnya pelintangan pintu. Duduk-duduk di pelintangan pintu memang enak, tetapi dilarang oleh adat.
Larangan ini mempunyai tujuan filosofis yang baik, yaitu agar lalu lintas di pintu itu menjadi lancar, tetapi alasan yang diberikan kepada anak-anak perempuan adalah "nanti dilamar urung". Maksudnya, setiap ada yang mau melamar atau meminang, selalu gagal atau tidak jadi. Sedangkan alasan yang dibenarkan kepada anak-anak laki-laki nanti sukar dapat jodoh.
BACA JUGA: Mengapa 17 Ramadhan Diperingati Sebagai Nuzulul Quran?