Khazanah

Bolehkah Adzan dan Iqamat Dikumandangkan Orang Berbeda?

Muadzin mengumandangkan adzan. Foto: Republika/Putra M. Akbar
Muadzin mengumandangkan adzan. Foto: Republika/Putra M. Akbar

MAGENTA -- Adzan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk menunaikan sholat. Adzan diperdengarkan secara keras dari masjid atau mushala sebanyak lima waktu setiap harinya.

Menurut Imam Syafi'i rahimahullah ta'ala, seseorang yang mengumandangkan adzan, maka mustahab kalau dia pula yang melakukan iqamat. Dasarnya adalah sebuah riwayat yang berbunyi: "Siapa saja yang melakukan adzan, hendaklah melakukan iqamat."

Ketentuan itu, wallahu ta'ala alam, adalah karena jika seorang muadzin sudah mengumandangkan adzan, maka dialah yang paling utama mengumandangkan iqamat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

.

.

"Tetapi jika ternyata orang lain yang melakukan iqamat, maka janganlah itu dilarang disebabkan hukumnya yang makruh. Karena kalau yang melakukan iqamat adalah orang lain, maka itu insya Allah ta'ala sudah sah," kata Imam Asy-Syafi'i dalam Al-Umm Kitab Induk Fiqih Islam Jilid 1.

BACA JUGA: Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu Lengkap dan Artinya

Mengeraskan Suara Saat Adzan

Abu Sa'id al-Khudri berkata sesungguhnya aku melihatmu menyukai domba dan pedesaan. Jika engkau berada di tengah domba atau pedesaanmu, lalu engkau melakukan adzan, maka keraskanlah suaramu. Karena tidaklah ada yang mendengar suaramu itu, baik dari kalangan jin maupun manusia, kecuali itu akan bersaksi untukmu di hari Kiamat.

"Aku mendengar itu dari Rasulullah SAW," kata Abu Sa'id.

Imam Syafi'i berkata mustahab hukumnya bagi muadzin untuk mengeraskan suaranya. Dan mustahab pula jika seorang muadzin dipilih dari kalangan orang-orang yang bersuara lantang, meski perlu dipilih pula yang suaranya paling indah.

"Karena suara adzan yang seperti itu akan lebih terdengar daripada suara orang yang bersuara pelan. Suara yang indah juga lebih bagus bagi pendengarnya," kata Imam Syafi'i.

BACA JUGA: Bacaan Wirid Sesudah Sholat Fardhu Lengkap

Mengumandangkan Adzan Perlahan dan Teratur

Seruan untuk mengeraskan suara adzan ini menunjukkan adzan harus dikumandangkan dengan tartil (perlahan dan teratur), karena tidak akan mungkin seseorang dapat mencapai puncak suaranya dalam mengucapkan kata-kata kecuali dia harus melafalkannya secara perlahan.

Sebab kalau dia melemahkan suaranya lalu mengeraskan lagi, maka adzannya menjadi terputus. Saya nyatakan mustahab hukumnya adzan dilantunkan secara tartil dan jelas tanpa terlalu memanjangkannya atau melagu-lagukannya dalam pelafalan. Sebagaimana tidak boleh pula adzan dengan tergesa-gesa.

Kemudian berkenaan dengan iqamat, Imam Syafi'i menyatakan mustahab kalau pelafalannya secara segera dan sekaligus jelas. "Bagaimanapun adzan dan iqamat dilakukan, maka itu sudah sah. Hanya saja semua yang saya terangkan di atas lebih menjadi kehati-hatian (ihtiyath)," katanya.

BACA JUGA:

On This Day: 26 April 1986 Tragedi Chernobyl, Lokasi Bisa Dihuni Manusia 3.000 Tahun Lagi

Pesawat Ruang Angkasa UEA Kirim Foto Bulan Planet Mars dari Jarak Dekat

Doa Sayyidul Istighfar Bahasa Arab, Latin, Arti, dan Keutamaannya

Asia Dikepung Suhu Setengah Mendidih, Warga Bisa Masak Telur di Bawah Matahari

Pernah Ditanya Soal Perbedaan Waktu Hari Raya, Ini Jawaban Buya Hamka