Asal Usul Halal Bihalal Idul Fitri di Indonesia, Lengkap dengan Doa Silaturahim

MAGENTA -- Lebaran tiba. Bersalam-salaman untuk bermaaf-maafan dengan tetangga dan keluarga dekat menjadi ritual Idul Fitri yang wajib dilakukan.
Biasanya setelah seminggu lebaran, ritual ini dilanjutkan dengan menggelar acara halal bihalal. Dikutip dari Kemenkopmk.go.id, tradisi halal bihalal sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.
Halal bihalal digelar untuk mewadahi pertemuan raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Selain dapat menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, halal bihalal yang dihelat setelah sholat Idul Fitri itu untuk silaturahim keluarga kerajaan.
Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Mereka saling memaafkan.
BACA JUGA: Cara Mengelola Keuangan, Belajar dari Nilai-Nilai Ramadhan
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam sampai sekarang, dengan istilah halal bihalal.
Ada tiga versi sejarah halal bihalal:
1. Halal bihalal dipopulerkan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah pada 1948. Waktu itu KH Wahab yang merupakan seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama menyarankan presiden Sukarno mengundang seluruh tokoh politik datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim Idul Fitri.
Usulan silaturahim disampaikan karena pada pertengahan Ramadhan 1948 terjadi ancaman disintegrasi bangsa Indonesia oleh kelompok DI/TII dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Waktu itu para elite politik disarankan duduk di satu meja yang sama guna saling memaafkan satu sama lain.
Sukarno menyetujui ide tersebut, tetapi tidak setuju dengan penggunaan istilah silaturahim karena dianggap hal yang biasa. Akhirnya silaturahim itu diberi judul halal bihalal. Sejak saat itu, istilah halal bihalal akrab dengan masyarakat Indonesia dan menjadi tradisi yang dilakukan saat Idul Fitri.
