Ingin Investasi Reksa Dana atau SBN? Cermati Dulu Perbedaannya
MAGENTA -- Kondisi pasar obligasi diperkirakan akan berangsur membaik, ditopang oleh dinamika global dan domestik terkini. Menurut Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja, dari sisi global, data-data ekonomi terakhir Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan.
Ini membuat ekspektasi bahwa bank sentral AS sudah semakin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga.
"Dari sisi domestik, inflasi yang terjaga, permintaan domestik yang kuat dan pasokan obligasi yang terkendali di tengah defisit anggaran yang mengecil menjadi katalis penting bagi pasar obligasi di tahun ini," kata Freddy dalam rilisnya.
BACA JUGA: Pensiun tanpa Tergantung pada Keuangan Keluarga? Bisa Kok! Coba Cara Ini
Selain itu, arus masuk investasi asing pada Surat Berharga Negara (SBN) juga berpotensi kembali berlanjut, mengingat kepemilikan asing masih cukup rendah, hanya sebesar 15,51 persen per akhir Q2 2023.
"Semua faktor di atas tetap mempertegas diskursus bahwa pasar obligasi tetap menawarkan peluang yang baik untuk investor," katanya.
Pertimbangan selanjutnya adalah adanya pilihan berinvestasi obligasi lewat reksa dana pendapatan tetap atau ke Surat Berharga Negara. Mana yang sebaiknya dipilih?
BACA JUGA: Sekjen Kemnaker Sebut Perlu SDM Unggul Hadapi Teknologi Artificial Intelligence
Perbedaan Reksa Dana dengan SBN
Penerbit
Reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh manajer investasi. Di dalamnya terdiri dari efek-efek obligasi atau surat utang, bisa surat utang pemerintah (SBN) atau pun surat utang perusahaan swasta/korporasi.
Seseorang yang membeli surat utang dari satu pihak, artinya dia memberikan pinjaman pada pihak tersebut dengan imbalan bunga atau kupon yang diterima berkala yang telah ditetapkan.
Satu produk reksa dana pendapatan tetap, memiliki beragam surat utang dengan beragam jangka waktu. Artinya, dengan membeli reksa dana pendapatan tetap, investor telah berdiversifikasi memberikan pinjaman ke berbagai pihak, dengan berbagai jangka waktu dan berbagai tingkat imbal hasil.
BACA JUGA: Tak Punya Uang, Sukarno Lelang Peci Kesayangan untuk Bayar Zakat Fitrah
Jumlah investasi minimum
Berbicara mengenai modal investasi, reksa dana pendapatan tetap tidak membutuhkan modal yang besar dan persyaratan rumit. Beberapa produk reksa dana bahkan hanya mensyaratkan minimal investasi sebesar Rp 10 ribu, dengan dokumen berupa KTP dan rekening bank.
Sementara untuk SBN, investor membutuhkan modal investasi minimal sebesar Rp 1 juta. Selain KTP dan rekening bank, investor juga harus menyertakan dokumen NPWP.
Waktu dan tempat pembelian
Untuk reksa dana pendapatan tetap, investor bisa membelinya kapan pun dan di mana pun (lokasi), melalui manajer investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (“APERD”).
Sementara untuk SBN, bisa dibeli langsung ke penerbit obligasi (dalam hal ini pemerintah) dan juga mitra distribusi (perusahaan sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan).
Pembelian dilakukan pada masa penawaran perdana secara online serta masa penjualan kembali (pencairan) yang sangat terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu.
BACA JUGA: Makna 10 Peribahasa Orang Betawi, dari 'Ente Jual Ane Beli' Hingga 'Anget-Anget Tai Ayam'
Tingkat likuiditas
Di reksa dana pendapatan tetap, investor bisa mencairkannya kapan saja, dan hanya membutuhkan waktu 3-5 hari kerja. Di SBN memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan reksa dana.
Pada umumnya, obligasi di pasar sekunder relatif lebih sulit untuk dicairkan dan membutuhkan waktu dan upaya yang lebih lama untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan obligasi tersebut.
BACA JUGA: Mengenal Karakter dan Keunikan Sifat Seseorang Berdasarkan Golongan Darah
Keuntungan/imbal hasil
Untuk reksa dana pendapatan tetap, potensi keuntungan/imbal hasil akan fluktuatif sesuai dengan kondisi pasar, namun reksa dana pendapatan tetap yang dikelola aktif berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih terjaga.
Contohnya reksa dana Manulife Obligasi Negara Indonesia (“MONI”) II Kelas A memberikan imbal hasil 6,11 persen net YTD (per akhir Juli 2023).
Sementara untuk SBN, investor akan menerima pembayaran kupon secara berkala, dan pemerintah (pihak penerbit) akan melunasi saat SBN jatuh tempo. Angkanya pun sudah ditentukan di awal.
Sebagai contoh, obligasi negara ritel SR019 dengan tenor 3 tahun dan 5 tahun, nilai kuponnya akan di kisaran 6,00 persen dan 6,50 persen (masih ada pajak 10 persen yang dikenakan dari kupon yang diberikan).
BACA JUGA: Kamu Harus Paham Beda Blind Spot dengan Black Spot Biar Aman Berkendara
Tingkat risiko
Risiko ketika berinvestasi pada reksa dana pendapatan tetap terkait dengan kinerja pasar dan portofolio yang dikelola oleh manajer investasi. Kondisi pasar di sini mencakup kondisi ekonomi global dan domestik yang akan mempengaruhi tingkat suku bunga bank sentral.
Kemudian, dinamika pasokan obligasi yang ada di pasar yang mempengaruhi pergerakan harga. Dari sisi risiko gagal bayar, obligasi korporasi tentu lebih berisiko dibandingkan SBN.
BACA JUGA: Sejarah Kota Tangerang Selatan, Berdiri dengan Modal Rp 20 Miliar
Dari penjelasan di atas, tentunya pembaca sudah memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilih reksa dana pendapatan tetap atau SBN sebagai salah satu portofolio investasi.
Pemilihan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan juga kemampuan finansial masing-masing investor. Untuk yang memiliki banyak waktu dan pengetahuan yang cukup, SBN bisa dijadikan salah satu pilihan.
Namun bagi yang tidak, reksa dana pendapatan tetap dengan modal investasi yang minimal, beragam efek portofolio, dan dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman, dapat dijadikan pilihan.
BACA JUGA: Ini Warna Urine yang Sehat dan Warna Lain yang Perlu Diwaspadai